Studi Islam
BAB
I
PENDAHULUAN
Sebagaimana kita ketahui bahwa sumber utama pendidikan Islam
adalah kitab suci Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Serta pendapat para
sahabat dan ulama atau ilmuan muslim sebagai tambahan. Pendidikan Islam sebagai
sebauah disiplim ilmu harus membuka mata bahwa keadaan pendidikan yang terjadi
saat ini jauh dari apa yang kita harapkan. Kita mengaharapkan bahwa pendidikan
Islam memberikan kontribusi terhadap pendidikan yang terdapat di Indonesia,
namun hal tersebut belum terealisaikan dengan maksimal.Salah satu faktor yang
menjadi penyebab hal tersebut adalah tidak diterpakanny sebuah prinsip sebagai
dasar dalam pendidikan.
Seringkali sebuah prinsip hanya dijadikan sebagai sebuah
formalitas saja.Prinsip tidak dijadikan sebagai dasar atau pondasi bagai
pencapaian sebuah tujuan.Padahal dalam pencapaian tujuan yang digarapkan dalam
pendidikan Islam, keberadaan prinsip-prinsip sangatlah penting dan urgent. Oleh
karena itu, dalam makalah ini kami akan mencoba sedikit memaparkan tentanng
bagaimana sebuah prisnip-prinsip pendidikan islam sebagai displin ilmu dan
bagaiman kontribusinya.
Dalam prespektif pendidikan Islam, tujuan hidup seorang
muslim pada hakekatnya adalah mengabdi kepada Allah. Pengabdian kepada Allah
sebagai realisasi dari keimanan yang diwujudkan dalam amal, tidak lain untuk
mencapai derajat yang bertaqwa disisinya. Beriman dan beramal soleh merupakan
dua aspek kepribadian yang dicita-citakan dalam pendidikan Islam.Sedangkan
tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya insan yang memiliki dimensi
religious dan berkemampuan ilmiah.(Azyumardi Azra. 2001.)
Untuk mengaktualisasikan tujuan tersebut seorang pendidik
bertanggungjawab mengantarkan peserta didik kearah tujuan tersebut, yaitu
dengan menjadikan sifat-sifat Allah menjadi sebagian karakteristik
kepribadiannya.Untuk itu, keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat
krusial.
Hal
ini disebabkan kewajibannya tidak hanya mentransfer pengetahuan belaka, akan
tetapi juga untuk merealisasikan nilai-nilai pada peserta didik. Bentuk nilai
yang ditransfer dan disosialisasikan paling tidak meliputi nilai etis, nilai
pragmatis dan nilai religious.Secara factual, pelaksanaan pengajaran dan
pemberian pengetahuan dibidang agama Islam dan untuk merealisasikan nilai pada
peserta didik merupakan tugas yang cukup berat ditengah kehidupan masyarakat
yang kompleks, apalagi pada masa sekarang yaitu pada masa perkembangan era
globalisasi dan informasi.(Arifin. 2008).
Secara lebih filosofis Muhammad Natsir dalam tulisan”
ideology pendidikan Islam” menyatakan ; “Yang dinamakan pendidikan, ialah suatu
pimpinan jasmani dan rohani menuju kesempurnaan dan kelengkapan atau
kemanusiaan dengan arti sesungguhnya”. (Ramayulis dan Samsul Nizar : 2009)
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pendidikan
Pengertian
pendidikan ditinjau dari segi bahasa dan istilah. Menurut bahasa kata
pendidikan dalam bahasa Arab berkaitan atau dekat dengan tiga terma yaitu
ta’lim, tarbiyah atau ta’dib. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ayat
al-Qur’an maupun Hadits, diantaranya
adalah Q.S. al-Baqarah ayat 31, al-Alaq ayat 4 , al- Isra’ ayat 24 dan
al-Syua’ra ayat 18.
“Dan Dia mengajarkan
kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada
para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu
jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”( Surat Al Baqarah Ayat
31)(A.Soenarjo,dkk.1412H:14)
“Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.
Dia mengajarkan kepada kalian tentang apa yang tidak diketahuinya “(Q.S al- Alaq ayat 4-5)(A.Soenarjo,dkk.1412H:14).
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap meraka berdua
dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah : “wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka telah mendidik aku waktu kecil”” (Q.S. al-Isra’
ayat 24)(A.Soenarjo,dkk.1412H:14).
“Fir’aun menjawab : “Bukankah kami telah mengasuhmu
di antara (keluarga) kami, waktu kamu mesih kanak-kanak dan kamu tinggal
bersama kami beberapa tahun dari umurmu”” (Q.S. al-Syua’ra
ayat 18 ) (A.Soenarjo,dkk.1412H:14).
Ada tiga orang yang memperoleh pahala dua kali,
yaitu seseorang yang mengimani Kitab yang pertama dan terakhir, seseorang yang
memiliki budak perempuan lalu mendidiknya kemudian menjadi baik pendidikannya,
kemudian memerdekakannya dan mengawininya, dan seseorang budak laki-laki yang
baik ibadahnya kepada Tuhannya dan mau memberi nasehat kepada tuannya (H.R.
Ahmad) (CD-ROM Hadits Mawsu’ah al – Hadist al – Syarif dalam Kitab Musnad Ahmad
no. 18808).
Perbedaan
darita’lim, tarbiyah atau ta’dib adalah
1.
Ta’lim lebih
menonjolkan pada aspek pengetahuan kognitif.
2.
Tarbiyah lebih
menekankan pada pemeliharaan dan asuhan dengan kasih sayang,
3.
Ta’dib mencangkup
pengetahuan kognitif, aafektif dan psikomotorik.
Dengan
demikian secara konseptual ta’dib sudah mencakup pengetahuan (‘ilm), pengajaran
(ta’lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah) (Syed Mihammad al-Naquib
al-Attas,1990). Oleh karena itu , ta’dib merupakan istilah yang tepat untuk
menunjukan pendidikan dalam Islam.
Adapun
mengenai pengertian istilah “pendidikan” akan dikemukakan beberapa pemikiran
yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan, antara lain :
1.
Syed Muhammad al-Naquid
al-Attas (1990) menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu proses penanaman
sesuatu ke dalam diri manusia.
2.
Omar Muhammad al-Touny
al-Syaebany (1979) menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha membimbing,
mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa kemampuan- kemampuan dasar dan
kemampuan belajar, sehingga terjadilah perubahan di dalam kehidupan pribadinya
sebagai makhlud individual dan sosial, serta hubungannya alam sekitar di mana
ia hidup.
3.
Ahmad D. Marimba (1989)
menyatakan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentunya kepribadian yang utama.
4.
Hasil rumusan Konggres
se –Dunia ke – II pada tahun 1980 tentang Pendidikan Islam (dikutip dalam M.
Arifin,1987 ) menetapkan bahwa pendidikan adalah usaha mengembangkan seluruh
aspek kehidupan manusia, baik spiritual, intelektual, imajinasi (fantasi),
jasmaniah, ilmiah, linguistik, baik secara individual maupun kolektif, serta
mendorong aspek-aspek itu ke arah kebaikan dan ke arah pencapaian kesempurnaan
hidup.
Keempat
pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah segalausaha yang
dilakukan secara sadar oleh si pendidik dalam mengarahkan, membimbing
danmemimpin perkepribadian yang utama.
B. Dasar
– Dasar Pendidikan
Dasar
ajaran agama Islam adalah al-Qur’an dan Hadits. Hal ini dilandaska pada salah
satu firman Allah dalam Q.S. an-Nisa’ ayat 59 :
“Hai orang-orang yang beriman,
ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al
Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar mengimani Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik
akibatnya.”(QS. An-nisa [4]: 59)(A.
Soenarjo,dkk. (penterj.) :1412 H)
Disamping itu sebagamana terungkap
dalam Hadits berikut :
“Aku tinggalkan padamu dua urusan,
sekali-kali kamu tidak akan sesat selama kamu sekalian berpegang teguh kepada
keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya (HR. Malik) (CD ROM Hadits
Mawsu ‘ah al- Hadits al-Syarif dalam Kitab Muwatha’ Malik no. 1395).
Oleh karena dasar ajaran agama Islam adalah
al-Qur’an dan Hadits, dan karena pendidikan dalam Islam adalah pendidik yang
mendasar pada ajaran agama Islam, maka dasar pendidikan islam yang utama adalah
al-Qur’an dan Hadits.
C. Batas
–batas Pendidikan
Batas
pendidikan disini yang di maksud adalah kapan pendidikan dapat dimulai dan
kapan pendidikan bisa diakhiri. Dalam konsep islam, pendidikan berlangsung
seumur hidup, sebagaimana mestinya
Dalam
dunia pendidikan secara umum, konsep diatas dikenal dengan life long education.
Meski demikian, pada hakekatnya pendidikan baru bisa dimulai pada saat anak
telah mengenal kewibawaan atau pada saat anak telah mencapai masa kritis atau
trotzalter pertama (sekitar usia 2-4 tahun ), di mana pada usia ini anak mulai
mengenal egonya, dan sadar akan tenaga dan kemampuan diri.
Adapun
upaya –upaya yang dilakukan sejak anak lahir sampai mencapai masa kritis adalah
merupakan pemeliharaan yang mengarah pada persiapan ke arah pendidikan yang
nyata. Sedang upaya-upaya yang dilakukan sebelum anak dilahirkan adalah merupakan
upaya untuk mempengaruhi kejiwaan anak yang sedang dikandung, yang merupakan
pendidikan tidak langsung.
Islam
tidak mengenal “henti dalam pendidikan/belajar”. Selama seseorang masih diberi
kesempatan untuk hidup, maka ia masih berkewajiban untuk belajar, meski secara
non formal ataupun in formal ( belajar di jalur luar sekolah).
Pendidikan Islam sebagai salah satu
aspek dari ajaran Islam, dasarnya adalah Alquran dan Hadis Nabi Muhammad saw.
Dari kedua sumber tersebut, para intelektual muslim kemudian mengembangkannya
dan mengklasifikannya kedalam dua bagian yaitu: Pertama, akidah untuk ajaran
yang berkaitan dengan keimanan; kedua, adalah syariah untuk ajaran yang
berkaitan dengan amal nyata (Muhammad Syaltut).
Oleh karena pendidikan termasuk amal
nyata, maka pendidikan tercakup dalam bidang syariah. Bila diklasifikasikan
lebih lanjut, termasuk dalam sub bidang muamalah.
Dalam Alquran (Q.S. 31: 12-15).
Banyak ayat yang berkenaan dengan pendidikan. Tim penyusun buku Ilmu Pendidikan Islammemberikan
contoh dengan menggunakan kisah Lukman ketika mendidik anak-anaknya (Proyek
Pembinaan Perguruan Tinggi Agama, 1982/1983:20).
Hal tersebut menggariskan
prinsip-prinsip dasar materi pendidikan Islam yang terdiri atas masalah iman,
ibadah, sosial, dan ilmu pengetahuan.
Sebagai bantahan pendapat yang
meragukan terhadap adanya aspek pendidikan dalam Alquran. Abdul Rahman Saleh
Abdullah mengemukakan bahwa kata Tarbiyah yang
berasal dari kata“Rabb”(mendidik
dan memelihara) banyak terdapat dalam Alquran; demikian pula kata “Ilm” yang demikian banyak dalam
Alquran menunjukkan bahwa dalam Alquran tidak mengabaikan konsep-konsep yang
menunjukkan kepada pendidikan (Departemen P & K, 1990:291).
Hadis, juga banyak memberikan
dasar-dasar bagi pendidikan Islam. Hadis sebagai pernyataan,
pengalaman, takrir dan hal ihwal Nabi Muhammad saw., merupakan sumber ajaran
Islam yang kedua sesudah Alquran.
Di samping Alquran dan hadis sebagai
sumber atau dasar pendidikan Islam, tentu saja masih memberikan penafsiran dan
penjabaran lebih lanjut terhadap Alquran dan hadis, berupa ijma’, qiyas,
ijtihad, istihsan dan sebagainya yang sering pula dianggap sebagai dasar
pendidikan Islam (Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama: 21). Akan tetapi,
kita konsekuen bahwa dasar adalah tempat berpijak yang paling mendasar, maka
dasar pendidikan Islam hanyalah Alquran dan hadis Nabi Muhammad saw.
Yang dimaksud dengan batas awal
pendidikan Islam ialah saat kapan pendidikan Islam itu dimulai. Para ahli
paedagogik muslim dan non muslim mempunyai pendapat yang beragam akan hal ini.
Mereka hanya sepakat bahwa pendidikan itu adalah suatu usaha dan proses
mempunyai batas-batas tertentu. Langevel, memberikan batas awal (bawah)
pendidikan pada saat anak sudah berusia kurang lebih 4 tahun, yakni pada usia
ini telah terjadi mekanisme untuk mempertahankan dirinya (eksistensi) perubahan
besar dalam jiwa seseorang anak di mana sang anak telah mengenal aku-Nya.
Sehingga si anak sudah mulai sadar/mengenal kewibawaan (gezag) (Amier Daien
Indra Kusuma, 1973 : 33).
Kewibawaan dalam pendidikan adalah
kesediaan untuk mengalami adanya pengaruh dan menerima pengaruh (anjuran) orang
lain atas dasar sukarela. Bukan karena takut atau terpaksa.
Sejarah Islam telah membenarkan
bahwa pendidikan Islam itu telah mulai berkembang pesat di dunia Islam semenjak
Islam itu lahir di permukaan bumi. Firman Allah Swt. dalam surah al-Alaq ayat
1-5 sebagai ayat yang pertama kali diturunkan yang berkaitan dengan pendidikan
sebagai berikut:
إِقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ خَلَقَ اْلإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ إِقْرَأْ
وَرَبُّكَ اْلأَكْرَمُ أَلَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ
اْلإِنْسَانَ مَالَمْ يَعْلَمْ
Artinya:
“Bacalah
dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah; yang mengajarkan manusia dengan perantaraan
kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya” (Q.S. 96 :
1-5).
Imam al-Gazali berpendapat bahwa
anak itu seperti kertas putih yang siap untuk ditulisi melalui orang tuanya
sebagai pendidik sehingga batas awal pendidikan pada saat anak dalam kandungan
ibunya, lebih jauh dari itu yakin pada saat memilih calon pasangan hidup (suami
isteri) (Ahmad Izzuddin, 1987 : 109). Di mana anak akan lahir, tidaklah
terlepas dari pengaruh perilaku orang tuanya yang mendidik dan membesarkannya.
Anak dalam kaitannya dalam
pendidikan menurut ajaran Islam adalah fitrah atau ajaran bagi orang tuanya. Sebagaimana Hadis
Rasulullah saw. yang artinya: Setiap anak itu dilahirkan atas fitrah,kedua orang tuanyalah yang
menjadikan Nasrani atau Majusi.
Sebelum anak mengenal kewibawaan
(gezag) dari pendidik maka peristiwa pendidikan belum ada, dan yang ada hanya
latihan dan pembiasaan saja. Kewibawaan yang dimaksud adalah kekuatan batin
yang dimiliki oleh pendidik yang ditaati oleh anak didik. Langevel memandang
pendidikan itu sebagai suatu pergaulan antara anakdidik dengan pendidik. Tugasi
pendidik ialah mendewasakan anak didik (manusia muda) dengan membimbing sampai
pada tingkat kedewasaan (jasmani dan rohani). Sehingga dapat berdiri sendiri dan
bertanggung jawab secara etis.
Adapun tujuan akhir pendidikan Islam
menurut Imam al-Gazali adalah untuk mencapai keutamaan dan taqarrub (pendekatan
diri kepada Allah). Sejalan dengan hal di atas jelaslah bahwa batas pendidikan
versi Langevel agak realistik pragmatik, maka batas pendidikan Islam lebih
idealistik dan pragmatik menurut Islam, pendidikan itu berlangsung dari buaian
sampai ke liang lahat. Sebagaimana Hadis Nabi saw.:
أُطْلُبِ
اْلعِلْمَ مِنَ اْلمَهْدِ إِلَى اللَّهْـدِ
Artinya:
“ Tuntutlah ilmu pengetahuan semenjak dari buaian hingga ke
liang lahat “ (al-Hadis).
Prinsip pendidikan yang dilaksanakan
dewasa ini yang dikenal dengan konsep pendidikan seumur hidup (Long Life of Education). Hal ini
menunjukkan bahwa tidak dikenal adanya batas-batas pendidikan. Bukankah
pendidikan adalah pertolongan orang dewasa (pendidik) kepada (pemuda) anak
didik. Bukankah manusia semenjak dia lahir dan sepanjang hidupnya dia
membutuhkan pertolongan orang lain?, maka semakin banyak kebutuhan hidup yang
dibutuhkannya semakin pula ia membutuhkan pendidikan.
Batas-batas pendidikan yaitu batas
bawah dalam arti bilamana pendidikan itu dimulai dan batas atas dalam arti
bilamana pendidikan itu berakhir.
1.
Pandangan Langeveld
Menurut Langeveld pendidikan itu
mulai pada saat anak mengenal kewibawaan dan pendidikan itu berakhir pada saat
anak telah dapat bertanggung jawab (dewasa).
Sehubungan dengan uraian di atas,
mengikuti statement Langeveld, batas yang atas dari pendidikan ialah apabila
anak didik:
a.
Telah mampu menjadi pendidik bagi dirinya sendiri.
b.
Atau bila dia sudah dewasaSedang batas yang bawah dari
pendidikan ialah apabila:
1)
Anak sudah mampu mematuhi kewibawaan pendidik dan
mengenal bahasa.Atau dalam konotasi negatifnya jika anak tidak dapat
dibangkitkan moril/ rasa etisnya.
2.
Pandangan J. J. Rousseau
Pendapat J. J. Rousseau tentang
batas-batas pendidikan ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan bersifat negatif
dalam arti bertugas membiarkan saja perkembangan anak, pendidik jangan ikut
campur dalam perkembangannya, ini dimulai sejak anak lahir hingga umur 12 tahun
dan bersifat positif dalam arti pendidik banyak ikut campur dalam membimbing
anak untuk sampai mencapai kedewasaan yaitu umur 20 tahun.
3.
Pandangan Ki Hajar Dewantoro
Ki Hajar Dewantoro berpendapat bahwa
perkembangan anak mulai lahir hingga tercapainya kedewasaan melalui fase-fase
sebagai berikut:
a.
Jaman wiraya, terjadinya dalam windu pertama antara 0-8
tahun. Jaman ini merupakan jaman penyempurnaan badan dan alat-alat indra.
b.
Jaman wicipta, berlangsung pada windu kedua 8-16 tahun. Fase
ini merupakan perkembangan daya pikir jiwa khususnya pikiran.
c.
Jaman wirama, terjadi pada windu ketiga berkisar 16-24
tahun. Jaman wirama merupakan masa untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat di
mana anak mengambil bagian sesuai dengan cita-cita hidupnya.
Jadi dapat ditafsirkan bahwa pendidik mulai sejak anak lahir
dan berakhir setelah tercapainya kedewasaan (umur 24 tahun).Pergantian dari
status anak (belum dewasa) beralih ke status dewasa itu tampak semakin jelas
dengan berambahnya kemampuan anak berupa :
1.
Kemandirian anak muda dan kemampuannya memilih
motivasi-motivasi hidupnya dengan tanggung jawab sendiri.
2.
Semakin banyak unsur penalaran, ikhtiar dan kemampuan untuk
mengambil keputusan sendiri.
3.
Kemudahan akan menjadi semakin banyak kegiatan pembentukan
diri (pemesuan diri) oleh orang muda tanpa campur tangan pendidik.
Dalam mempengaruhi pendidikan harus
mempertimbangkan beberapa persyaratan pendidikan yang penting, yaitu:
1.
Struktur kepribadian anak - didik yang akan dipengaruhi atau
di didik.
2.
Konteks kultural dan ekologis yang melengkapi anak – didik,
tempat anak di didik.
3.
Cara, metode dan sarana pendidikan yang tepat guna bagi
situasi khusus dan tipe kepribadian anak.
4.
Tujuan yang ingin dicapai oleh perbuatan mendidik.
Lembaga pendidikan ialah badan usaha
yang berguna dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap
anak didik. Menurut para tokoh pendidikan, dalam garis besarnya ada 3 pusat
yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak-anak
didik.
1.
Dr. M.J. Langeveld mengemukakan 3 macam lembaga pendidikan
yaitu:
a. Keluarga
b. Negara
c. Gereja
Dasar yang digunakan oleh Lengeveld
dalam pembagian tersebut adalah wewenang dan wibawa,
a. Wewenang keluarga bersifat kodrati
b. Wewenang negara berdasarkan
undang-undang
c. Wewenang gereja (agama) berasal dari
Tuhan
2.
Ki Hajar Dewantoro mengemukakan sistem Tricentra (tri pusat)
dengan menyatakan:
a. Alam – keluarga
b. Alam – perguruan
c. Alam – pemuda
Apabila disimpulkan unsur pusat pendidikan yang dikemukakan
oleh Langeveld dan Ki Hajar Dewantoro, baik yang sama maupun yang berbeda, maka
terdapat 4 (empat) unsur pusat pendidikan, yaitu:
a. Keluarga
b. Sekolah
c. Masyarakat
d. Tempat-tempat ibadah
Lembaga Pendidikan Formal, Non - Formal, dan Informal
1.
Lembaga Pendidikan Formal
Lembaga formal adalah tempat yang
paling memungkinkan seseorang meningkatkan pengetahuan, dan paling mudah untuk
membina generasi muda yang dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat.
Sekolah adalah lembaga organisasi
yang tersusun rapi dan segala aktivitasnya direncanakan dengan sengaja yang
disebut kurikulum. Sekolah merupakan pendidikan formal karena diadakan di
sekolah/ tempat tertentu, teratur sistematis, mempunyai jenjang dan dalam kurun
waktu tertentu, serta berlangsung mulai dari TK sampai PT. berdasarkan aturan
resmi yang telah ditetapkan.Adapun fungsi sekolah adalah sebagai berikut:
a.
Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan
b.
Transisi dari rumah ke masyarakat
c.
Spesialisasi, khususnya dalam bidang pendidikan dan
pengajaran
d.
Efisiensi
e.
Sosialisasi
f.
Konservatori dan transmisi kultural.
Jenis
lembaga pendidikan formal yaitu:
a.
Sekolah umum yaitu sekolah yang belum mempersiapkan anak
dalam spesialisasi pada bidang pekerjaan tertentu
b.
Sekolah kejuruan yaitu yang mempersiapkan arah dalam bidang
tertentu.
Jenjang lembaga pendidikan formal
1) Tempat sumber ilmu pengetahuan
2) Tempat untuk mengembangkan bangsa
3) Tempat untuk menguatkan masyarakat
bahwa pendidikan itu penting guna bekal kehidupan di masyarakat sehingga siap
pakai
2.
Lembaga Pendidikan Non – Formal
Lembaga pendidikan non – formal/
pendidikan luar sekolah ialah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan
dengan sengaja, tertib, dan berencana di luar kegiatan persekolahan. Komponen
yang diperlukan harus disesuaikan dengan keadaan anak/ peserta didik agar
memperoleh hasil yang memuaskan antara lain:
a.
Guru/ tenaga pengajar atau pembimbing atau tutor
b.
Fasilitas
c.
Cara menyampaikan atau metode
d.
Waktu yang dipergunakan
Bidang pendidikan non – formal meliputi:
a.
Pendidikan masyarakat
Setiap masyarakat mempunyai
nilai-nilai sosial budaya dan peraturan-peraturan yang dijunjung tinggi,
dihayati, dan diamalkan nilai-nilai dan peraturan-peraturan tersebut selalu
berubah dan berkembang sesuai dengan keadaan lingkungan pada waktu itu. Supaya
pendidikan dapat mengikuti perkembangan zaman, pendidikan hendaklah mampu pula
mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.
Fungsi pendidikan masyarakat yaitu:
1)
Membina program kegiatan dan kurikulum latihan masyarakat
2)
Mengurus dan membina tenaga teknis pendidikan masyarakat
3)
Mengurus dan membina sarana pendidikan masyarakat.
b.
Keolahragaan
Keolahragaan berfungsi:
1)
Membina program oleh raga dengan kurikulum pendidikan luar
sekolah
2)
Mengurus tenaga teknisnya dan sarana prasarananya
c.
Pembinaan generasi muda
Pembinaan generasi muda termasuk
dalam pengorganisasian pendidikan luar sekolah. Hal tersebut dapat dimulai
dengan pemberian pengertian atau motivasi kepada anggota masyarakat agar mereka
ingin menyelenggarakan pendidikan secara gotong-royong dan ikut serta di dalam
kegiatan pendidikan tersebut.Adapun fungsi pembinaan generasi muda adalah:
1)
Membina program kegiatan dan kurikulum latihan kepemudaan
2)
Mengurus dan membina tenaga teknis kegiatan pembinaan
generasi muda termasuk sarannya.
3.
Lembaga Pendidikan Informal
Pendidikan informal ini terutama
berlangsung di tengah keluarga. Namun mungkin juga berlangsung di lingkungan
sekitar keluarga tertentu, perusahaan, pasar, terminal dan lain-lain yang berlangsung
setiap hari tanpa ada batas waktu.
Pendidikan informal ini mempunyai
tujuan tertentu, khususnya untuk lingkungan keluarga/ rumah tangga, lingkungan
desa, lingkungan adat. Keluarga merupakan lembaga pendidikan penting untuk
meletakkan dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
Fungsi lembaga pendidikan informal dalam arti keluarga
adalah:
a. Pengalaman pertama masa kanak-kanak
b. Menjamin kehidupan emosional anak
c. Menanamkan dasar pendidikan moril
d. Memberikan dasar pendidikan sosial
Selain 3 lembaga Pendidikan di atas,
ada lembaga-lembaga pendidikan di tempat-tempat ibadah, seperti yang tadi kita
simpulkan di atas. Baik masjid atau musalla keduanya berubah fungsi yaitu
semula sebagai tempat melakukan salat dan zikir kepada Allah kemudian menjadi
tempat untuk melaksanakan pendidikan. Pendidikan di sini merupakan kelanjutan
dari pendidikan agama yang diselenggarakan di rumah tangga. Umumnya diajarkan
adalah pengajaran membaca Al-Quran. Praktek beribadah, bahasa Arab tingkat
dasar dan lain-lain.
4.
Lembaga Pendidikan Secara
Berurutan
a. Keluarga Sebagai Lembaga Pendidikan
Pertama dan Utama
Keluarga terdiri atas dua
kata: kawula dan warga. di dalam bahasa Jawa kuno,kawula berarti hamba. Warga artinya anggota. Jadi,
keluarga ialah suatu kesatuan (kelompok), di mana anggota-anggotanya
mengabdikan diri kepada kepentingan dan tujuan kelompok tersebut. Bentuk
keluarga ada dua, yaitu:
1)
Keluarga inti
Dinamakan juga batih, yang terdiri
atas ayah, ibu, dan anak yang belum menikah. Mereka mempunyai ikatan secara
hukum (agama), biologis, psikologis, dan sosial ekonomi yang dilandasi cinta
kasih dan tanggung jawab.
2)
Keluarga luar
Dinamakan juga extended family, yang
terdiri atas keluarga inti ditambah dengan anak-anak yang telah menikah, serta
anggota keluarga yang lain, seperti kakak dan adik dari suami - istri, mertua,
paman, bibi, dan keponakan yang tinggal dalam satu rumah.
Pendidikan keluarga adalah juga
pendidikan masyarakat, karena di samping keluarga itu sendiri sebagai kesatuan
kecil dari bentuk kesatuan-kesatuan masyarakat, juga karena pendidikan yang
diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya sesuai dan dipersiapkan untuk
kehidupan anak-anak itu di masyarakat kelak.
1. Peranan orang tua terhadap
pendidikan anak, yaitu:
a.
Menurunkan sifat biologis atau susunan anatomi melalui
hereditas, menurunkan susunan urat saraf, kapasitas inteligensi.
b.
Memberikan dasar-dasar pendidikan, sikap, dan keterampilan
dasar seperti pendidikan agama, budi pekerti, sopan santun, estetika, kasih
sayang, rasa aman, dasar-dasar untuk mematuhi peraturan, dan menanamkan
kebiasaan-kebiasaan baik.
2.
Sekolah Sebagai Lembaga Pendidikan Kedua
Sekolah memegang peranan penting
dalam pendidikan karena pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak. Maka di
samping keluarga sebagai pusat pendidikan, sekolah pun mempunyai fungsi sebagai
pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak.
Peranan sekolah dalam perkembangan
kepribadian peserta didik dengan melalui kurikulum, antara lain:
a. Peserta didik belajar bergaul dengan
sesama peserta didik, antara guru dan peserta didik, dan orang yang bukan
peserta didik (karyawan)
b. Peserta didik belajar menaati
peraturan-peraturan sekolah.
c. Mempersiapkan peserta didik untuk
menjadi anggota masyarakat yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.
3.
Masyarakat Sebagai Lembaga Pendidikan Ketiga
Masyarakat sebagai lembaga
pendidikan ketiga sesudah keluarga dan sekolah, mempunyai sifat dan fungsi yang
berbeda dengan ruang lingkup dengan batasan yang tidak jelas dan keanekaragaman
bentuk kehidupan sosial serta berjenis-jenis budayanya. Masalah pendidikan di
keluarga dan sekolah tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai sosial budaya yang
dijunjung tinggi oleh semua lapisan masyarakat.
Melalui masyarakat berkembanglah
kesadaran sosial, kecakapan-kecakapan di dalam pergaulan dengan sesama kawan
dan sikap yang tepat di dalam hubungan antar manusia
D. Catur
Pusat Pendidikan
Dalam
islam, pusat-pusat pendidikan dapat digolongkan dalam catut pusat pendidikan,
yaitu keluarga, masjid sekolah dan masyarakat.Keluarga adalah pusat pendidikan
pertama dan utama. Dikatakan sebagai pusat pendidikan pertama, karena anak
mulai dikenalkan dengan nilai-nilai baik dan buruk tentu ukurannya adalah
norma-norma islam. Pertama kali dari kedua orang tuanya atau orang-orang yang
dekat, yang berada dalam lingkungan keluarganya. Sedang dikatakan sebagai pusat
pendidikan yang utama, karena yang lebih bertanggung jawab atas pendidikan
peserta didik adalah orang tua mereka, meski mereka sudah mengenal masyarakat,
masjid maupun sekolah.
Masjid,
di samping memiliki fungsi keagamaan juga memiliki fungsi social ( Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam,1993:176). Sebagai fungsi keagamaan, masjid dijadikan
sebagai tempat melaksanakan shalat lima waktu dan ibadah-ibadah lainnya serta
digunakan sebagai tempat kegiatan syiar islam. Sedang sebagai fungsi social,
masjid dijadikan sebagai tempat musyawarah, tempat menyelesaikan
masalah-masalah yang muncul di tengah-tengah masyarakat, tempat mempererat
hubungan dan ikatan jama’ah; disamping sebagai tempat pendidikan, yaitu tempat
mempelajari agama islam, untuk tempat bertanya dan memberikan jawaban-jawaban
tentang masalah-masalah yang dihadapi oleh orang islam.
Sekolah
atau madrasah adalah lembaga pendidikan formal. Lembaga-lembaga pendidikan
jenis ini didirikan bagi peserta didik dan dirancang secara berjenjang dan
berkesinambungan, baik dari tingkat SD/MI, SLTP/MTS, SLTA/MA, sampai tingkat
PT/Jami’ah.
Masyarakat,
yaitu lembaga-lembaga pendidikan yang diselenggarakan langsung oleh masyarakat,
antara lain dalam bentuk kursus-kursus, pelatihan –pelatihan, dan lain
sebagainya. Pendidikan yang diselenggarakan dalam lembaga ini biasanya tidak
berjengjang dan tidak berkesinambungan, dan diadakan dalam rangka memenuhi
kebutuhan masyarakat, seperti pelatihan mubaligh/mubalighat, pelatihan khotib
jum’at, pelatihan kepemimpinan/manajemen, kursus tilawah, dan lain sebagainya.
Lembaga ini sering disebut dengan pendidikan non formal.
Dalam Islam pusat
pendiddikan dibagi menjadi 3, yaitu:
1.
Keluarga
Keluarga
merupakan pusat pendidikan yang pertama. Karena peserta didik mengetahui
tentang kebaikan dan keburukan bermula dari orang tuanya serta lingkungan
keluarga. Keluarga juga merupakan pusat pendidikan yang utama karena yang
bertanggung jawab terhadap pendidikan peserta didik adalah orang tua.
2.
Masjid
Dalam
pendidikan masjid mempunyai fungsi keagamaan. Yaitu digunakan sebagai tempat
sholat, menyiarkan agama Islam, seta ibadah lainnya. Seperti pada anak-anak
kecil, di masjid mereka diberikan pengajaran membaca IQRA lalu dilanjutkan
dengan membaca Al-Qur’an.
Fungsi
masjid yang kedua adalah fungsi social. Fungsi social yang di maksud disini
adalah mempererat tali persaudaraan antara umat muslim, belajar agama Islam
bersama-sama dengan masyarakat lainnya, menyelesaikan masalah-masalah ataupun
kesalahpahaman yang sering terjadi di masyarakat, selain itu masjid dapat
digunakan sebagai tempat musyawarah.
3.
Sekolah atau madrasah
Sekolah
merupakan lembaga formal yang disediakan bagi peserta didik yang ingin
merancang masa depan yang cerah. Sekolah formal dimulai dari PAUD, TK, SD, SMP,
SMA/SMK, Perguruan Tinggi (baik Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta). Dalam
sekolah ini, peran tenaga pendidik sangat menentukan berhasil tidaknya peserta
didik untuk memahami berbagai materi atau berbagai ilmu yang diberikan.
4.
Masyarakat
Masyarakat
juga merupakan pusat pendidikan bagi peserta didik. Karena di masyarakat
peserta didik dapat belajar secara langsung dari orang-orang di
sekitarnya. Dalam masyarakat pendidikan dapat dilakukan dengan cara mengikuti
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, misalnya kursus-kursus
(kursus tilawah) dan latihan-latihan (pelatihan mubaligh/mubalighat, pelatihan
khotib, ataupun pelatihan kepemimpinan. Masyarakat merupakan pendidikan non
formal.
Untuk
mendapatkan hasil yang baik diharapkan pusat-pusat pendidikan di atas dapat
bekerja sama sehingga dapat menjadikan peserta didik menjadi manusia yang
berkualitas yang berguna bagi dirinya, agamanya, orang lain serta bangsa dan
negara.
E. Factor
–faktor pendidikan
Telah dijelaskan bahwa secara ideal
tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk membentuk kepribadian muslim yang
utuh dan sempurna, dalam arti segala aktivitas hidupnya hanya semata-mata
mengabdikan dirinya kepada Allah Swt. menunaikan tugasnya sebagai khalifah
Allah dengan mewujudkan kebahagiaan hidup di bumi, kemakmuran yang membawanya
kepada kebahagiaan hidup di akhirat kelak.
Untuk mencapai tujuan tersebut
selain ditentukan oleh hal-hal yang dijelaskan di atas seperti materi/isi
pendididikan, tujuan pendidikan, maka tidak kalah pentingnya beberapa faktor
lainnya dalam menunjang tercapainya tujuan pendidikan agama Islam Islam yang
telah ditetapkan.
Faktor-faktor yang penulis maksudkan
sebagaimana dikemukakan oleh Langeveld, sebagai berikut:
1.
Faktor Anak Didik
2.
Faktor Pendidik
3.
Faktor Tujuan Pendidikan
4.
Faktor Alat Pendidikan
5.
Faktor Sekitar (Abdurrahman, 1989 : 36)
Untuk lebih jelas tentang
faktor-faktor tersebut, secara singkat dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
Faktor Anak Didik
Telah diketahui bersama bahwa anak
adalah amanah Allah Swt. di atas pundak dan ibu dari anak tersebut. Selanjutnya
kepada guru sebagai pendidik di sekolah kemudian masyarakat sebagai pendidikan
di lingkungan pendidikan non-formal. Anak masih dalam keadaan utuh dan bersih,
dan masih akan menerima lukisan dan ukiran. Anak akan cenderung kepada sesuatu
yang dicenderungkan kepadanya, dan apabila dibiasakan dengan hal-hal yang baik,
maka ia akan tumbuh dan berkembang dalam keadaan baik. Selanjutnya apabila anak
dibiasakan dengan kebiasaan yang buruk maka ia akan manusia yang hidupnya penuh
dengan kebodohan (al-Gazali, 1966:189).
Dengan demikian maka jelaslah bahwa
merupakan sasaran atau objek di dalam proses pendidikan agama Islam. Anak
merupakan manusia yang masih memerlukan didikan, bimbingan dan pengarahan dari
orang yang telah dewasa yang memiliki ilmu pengetahuan termasuk di dalamnya
orang tua, guru dan pemerintah.
2.
Faktor Pendidik
Pendidik merupakan faktor yang tak
kalah pentingnya di dalam aktivitas pendidikan, sebab pendidik sebagai subjek
di dalam mendidik, membimbing dan mendorong anak didiknya. Pendidik adalah
teladan yang harus ditiru. Pendidik diharapkan untuk memerlukan anak didiknya
tidak seperti domba atau ternak yang perlu digembala dan didisiplinkan,
melainkan sebagai manusia yang mudah dipengaruhi, yang sifat-sifatnya harus
dibentuk dan harus dituntun olehnya untuk mengenal pendidikan moral, akidah
yang dianut oleh masyarakat; baik pendidikan dalam lingkungan keluarga (orang
tua), pendidik di lingkungan sekolah (guru) maupun pendidik di lingkungan
masyarakat (pemerintah).
Sebagai orang tua yang merupakan
pendidik dalam rumah tangganya, mempunyai tanggung jawab yang besar, baik
tanggung jawab kodrati atau tanggung jawab keagamaan, maupun tanggung jawab
sebagai seorang yang melahirkan anak tersebut. Dia harus mendidik anak menjadi
orang yang beriman, berilmu serta menjadi orang yang bertanggung jawab dalam
mengamalkan ilmunya. Mendidik anak menjadi orang yang saleh dalam arti yang
luas, yaitu mampu mewujudkan kemakmuran dan kebahagiaan hidup mereka dan umat
Islam, atau tercapainya tujuan pendidikan agama Islam. Allah Swt berfirman :
قُوْا أَنْفُسَكُمْ وَأَ هْلِيْكُمْ نَارََا
Artinya :
“Peliharalah dirimu dan keluargamu
dari api neraka” (Q.S.66 : 6).
Seorang guru yang merupakan pendidik
dalam pendidikan formal (sekolah) mempunyai tanggung jawab yaitu tanggung jawab
yang disebabkan oleh pelimpahan sebahagian tanggung jawab orang tua, serta
tanggung jawab yang disebabkan karena tanggung jawab guru sebagai seorang
muslim terhadap muslim lainnya.
Mengenai tanggung jawab guru
tersebut, Allah Swt., memerintahkan kepada sebahagian orang-orang yang beriman
pergi mencari ilmu pengetahuan kemana saja, setelah memiliki ilmu pengetahuan
hendaknya kembali ke negeri asal mereka dan mentransferkan pendidikan atau ilmu
pengetahuan yang mereka peroleh itu kepada orang lain yang membutuhkan termasuk
anak didik atau murid. Allah Swt., berfirman:
F. فَلَوْلاَ
نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَـةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةً لِيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِّيْنِ
وَلِيُنْذِرُوْا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوْا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
Artinya :
“Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatann kepada kaumnya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya” (Q.S.9 : 301).
Demikian pula pemerintah yaitu tidak
kecil tanggung jawabnya terhadap pendidikan agama Islam, sebab di sini letak
kunci hidup makmur dan bahagian bagi seluruh rakyatnya. Tanggung jawab
pemerintah ini datang dari dua segi yaitu karena mereka dipilih untuk mengurus
urusan rakyat dalam hal ini yang paling pokok adalah tentang pendidikan mereka.
Di samping itu tanggung jawab masing-masing pribadi pejabat pemerintahan
mempunyai kewajiban untuk menyampaikan ajaran Islam kepada sesamanya atau
mencegah kemunkaran dan menyeru kepada yang makruf (baik).
3.
Faktor Tujuan Pendidikan
Sebagaimana telah diuraikan
sebelumnya bahwa tujuan merupakan sasaran atau objek yang ingin dicapai dalam
suatu usaha/kegiatan di dalam aktivitas pendidikan agama Islam tersebut, maka
akan mendatangkan kesia-siaan, sebab bagaimana pun tujuan merupakan faktor
terpenting dari semua faktor yang ada dengan tidak melepaskan satu dengan
lainnya, hanya saja pada akhirnya pendidikan agama Islam akan bermuara pada
tujuan yang akan dicapai itu, yaitu pembentukan kepribadian anak didik menjadi
manusia yang utuh, sempurna jasmani dan rohani, manusia yang bertakwa kepada
Allah Swt., berakhlak mulia, berilmu pengetahuan yang banyak, disiplin,
berpendirian teguh, melaksanakan dan tunduk atas perintah Allah Swt. serta
menjauhi diri dari apa yang dilarang oleh-Nya.
4.
Faktor Alat Pendidikan
Perlu diketahui bahwa segala usaha
atau perbuatan yang dilakukanpendidik ditujukan untuk melaksanakan tugas
pendidikan, termasuk alat pendidikan. Menurut Syahminan Zaini, bahwa alat
pendidikan Islam adalah tindakan-tindakan yang harus dilaksanakan agar
pendidikan Islam tersebut berjalan dengan lancar dan berhasil (Syahminan Zaini,
1986 : 143).
Dengan demikian jelas bahwa yang
dimaksud dengan alat pendidikan adalah tindakan, sikap, situasi yang diciptakan
oleh pendidik di dalam melaksanakan tugasnya membimbing anak didik ke arah
pencapaian tujuanpendidikan agama Islam. Oleh karena itu, seorang guru
khususnya serta pendidik umumnya dituntut untuk menggunakan sarana tersebut
secara efektif, selektif dan kreatif, dinamis dan bertanggung jawab. Artinya
pendidikan yang menentukan berhasil atau tidaknya penggunaan alat pendidikan
itu sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan dengan melibatkan secara
efektif, aktif, kreatif serta bertanggungjawab kepada anak didik yang
berlangsung pada setiap lingkungan pendidikan.
Untuk mencapai keberhasilan sesuai
dengan yang diinginkan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan, maka seorang
pendidik dituntut untuk memilih alat-alat pendidikan yang baik dan sesuai,
yaitu harus memperhatikan empat faktor atau syarat, yaitu:
a.
Tujuan apakah yang hendak dicapai dengan alat itu
b.
Siapa (pendidik) yang menggunakanalat itu
c.
Anak (si terdidik) yang mana dikenakan alat itu
d.
Bagaimana menggunakan alat itu (M. Ngalim Purwanto,
1985:224).
Dengan demikian keempat syarat
tersebut di atas, merupakan hal yang mutlak untuk diketahui oleh pendidik,
sehingga akan mudah di dalam membimbing dan mendidik anak dengan menggunakan
alat-alat itu. Sebab alat-alat pendidikan sangat luas sekali, bahkan termasuk
di dalamnya kurikulum, metode, evaluasi dan sebagainya. Demikian pula tindakan,
sikap, situasi, termasuk alat-alat peraga. Dalam hubungannya dengan hal
tersebut, maka Syahminan Zaini membagi alat pendidikan Islam itu kedalam 2
bagian besar yang masing-masing dibagi dalam sub bagian, yaitu:
a.
Amar Ma’ruf:
1) Dengan ajaran-ajaran yang baik
2) Dengan teladan yang baik
3) Dengan ganjaran
b.
Nahi Munkar:
1) Dengan menjauhi kejahatan
2) Dengan peringatan atau teguran,
kalau kesalahannya masih ringan.
3) Dengan hukuman (Syahminan Zaini :
143).
5.
Faktor Sekitar
Faktor sekitar atau lingkungan
merupakan kondisi, situasi, suasana dan semua sumber daya yang mempengaruhi
berlangsungnya proses pendidikan, baik berupa lingkungan fisik
(bangunan-bangunan, taman-taman, industri serta keadaan yang sengaja dibuat
oleh pendidik dan sebagainya) maupun lingkungan non fisik (nilai-nilai budaya
dan adat istiadat, bentuk dan sistem pemerintahan, keadaan sosial ekonomi dan
sebagainya), yang turut mempengaruhi terhadap kelangsungan proses pendidikan, artinya
secara aktif dan insentif turut membentuk atau memberi corak, warna dan pola
kehidupan pendidikan. Dalam posisi dan fungsinya yang demikian maka alam
sekitar/lingkungan pendidikan merupakan bahagian yang integral dari
faktor-faktor pendidikan lainnya.
Lingkungan pendidikan yang penulis
maksudkan, terdapat di dalam pusat-pusat pendidikan yaitu rumah tangga, sekolah
dan di dalam masyarakat. Meskipun di dalam pusat-pusat pendidikan yang
merupakan lembaga-lembaga pendidikan formal, informal dan non formal itu,
dijumpai persamaan dan perbedaan kondisi, situasi, suasana dan sumber daya pada
kelangsungan pendidikan, namun lingkungan pendidikan harus tetap bersifat
positif, progressif terhadap proses pendidikan. Di sinilah letak peranan
pendidik menciptakan lingkungan pendidikan yang tepat, membawa
keberuntungan, sehingga benar-benar lingkungan tersebut dapat mendukung
pencapaian tujuan pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, di dalam menciptakan
lingkungan sekitar senantiasa hati-hati dan waspada jangan sampai lingkungan
tersebut justru hanya membawa ketidakberuntungan, menghambat dan membahayakan
kelangsungan proses pendidikan.
Sehubungan dengan lingkungan
pendidikan tersebut di atas, maka Sartain membagi lingkungan pendidikan atas
tiga bahagian yaitu:
a.
Lingkungan Alam atau Luar (Exsternal or physical enviroment)
b.
Lingkungan Dalam (Internal
Enviroment)
c.
Lingkungan Sosial (Social
Enviroment) (Ngalim Purwanto : 77).
Dengan demikian maka jelas
bahwa lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan seseorang di dalam kreativitas
dan aktivitas pendidikan, pengajaran, seperti lingkungan alam (yang bukan
manusia), misalnya tumbuh-tumbuhan, iklim, hewan dan sebagainya; lingkungan
dalam juga sangat menentukan, seperti makanan yang telah kita makan, minuman
dan sebagainya; serta lingkungan sosial yaitu semua orang atau manusia lain
yang mempengaruhi kita, misalnya teman-teman, kawan sekolah, keluarga dan
sebagainya.
Dari penjelasan tentang
faktor-faktor determinan dalam pendidikan Islam di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa antara kelima faktor itu merupakan faktor penentu di dalam proses
pendidikan maupun pengajaran, yang antara satu dengan lainnya tidak dapat
dipisahkan melainkan satu komponen yang saling berhubungan, yaitu faktor anak
didik, faktor pendidik, tujuan pendidikan, faktor alat pendidikan maupun faktor
lingkungan pendidikan.
E. Faktor-faktor
Pendidikan
Pendidikan
tidak bisa lepas dari beberapa factor yang
mencakup lima macam, yaitu tujuan, pendidik, peserta didik, alat-alat
dan alam sekitar (milieu) (Zuhairini, dkk., 1993: 22-41).
1. Faktor Tujuan
Mendidik
adalah merupakan peristiwa bertujuan. Artinya bahwa mendidik yaitu dilaksanakan
semata-mata untuk mencapai tujuan. Sedangkan tujuan adalah sesuatu yang akan
dicapai. Ada beberapa rumusan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan
mengenai pendidikan dalam Islam, antara lain:
a. Ahmad
D. marimba (1090: 39) menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
terbentuknya orang yang berkepribadian muslim.
b. M.
athiyah al-Abrasyi (1974: 15) menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
manusia yang berakhlak mulia.
c. Kongres
Pendidikan Islam se-Dunia ke-II pada tahun 1980 menetapkan bahwa tujuan akhir
pendidikan adalah adanya sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah pada
tingkat individual, masyarakat dan pada tingkat kemanusiaan pada umumnya
(dikutip dalam M. arifin, 1987: 132)
d. M.
arifin (1987: 133) menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah menanamkan
kesadaran dalam diri manusia terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah, dan
kesadaran selaku anggota masyarakat yang harus memiliki rasa tanggung jawab
sosial terhadap pembinaan masyarakatnya serta menanamkan kemampuan manusia
untuk mengelola, memanfaatkan alam sekitar ciptaan Allah bagi kepentingan
kesejahteraan manusia dan kegiatan ibadah kepada Khalik, Pencipta alam itu sendiri.
Dari
beberapa rumusan tujuan, tampak bahwa ahli pendidikan sepakat bahwa tujuan umum
pendidikan Islam adalah manusia yang baik. Yaitu manusia yang sadar akan
keberadaan dirinya sebagai hamba Allah yang selalu berorientasi ibadah kepada
Allah dalam segala aktifitas individual, sosial maupun dalam memanfaatkan alam
sekitar. Rumusan tujuan tergambar dalam Q.S al-Dzariyat/ 51: 56
“dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (A.
Soenarjo, dkk. (penterj.), 1412 H: 862)
Untuk
mencapai tujuan di atas diperlukan rumusan-rumusan tujuan khusus, bahkan sampai
pada tujuan operasiona sebagai pentahapan untuk mencapai yang umum dan besar
tersebut.
2.
Faktor Pendidik
Pendidik
adalah orang yang dengan sengaja mempengaruhi orang lain untuk mencapai manusia
yang baik. Yan g dimaksud dengan mempengaruhi orang lain yaitu tidak hanya
melalui perkataan saja, tetapi juga melalui sikap dan tingkah laku. Segala
sesuatu yang dimiliki oleh pendidik dapat dijadikan sarana untuk mempengaruhi
orang lain.
Ada
dua macam pendidik, yaitu pendidik primer atau pendidik utama dan pendidik
sekunder atau pendidik kedua. Pendidik primer adalah orang tua (ibu dan bapak),
sebab dengan kesadaran yang mendalam serta didasari rasa cinta dan kasih sayang
yang mendalam mereka mengasuh atau mendidik anaknya dengan penuh tanggung
jawaba dan kesabaran. Sedang pendidik sekunder adalah pendidik selain orang
tua, di antaranya adalah guru, pengasuh atau wakil-wakil yang diserahi oleh
orang tua untuk mengasuh anak-anaknya. Namun demikian, pendidik sekunder tidak
kalah pentingnya dalam mengasuh dan mendidik anak dibanding dengan pendidik
primer.
Dalam
menunaikan tugas sebagai pendidik yang baik dan bertindak sebagai tenaga
pendidik yang efektif – khususnya pendidik sekunder, pendidik harus memiliki
tiga kompetensi, yaitu:
a. Kompetensi
kepribadian
b. Kompetensi
penguasaan bahan
c. Kompetensi
dalam cara-cara mengajar (mendidik) (Dirjen Binbagais, 1984/1985: 206-207).
Abdullah
Nashih Ulwan (1999: 337 – 376)
mengemukakan bahwa sifat-sifat mendasar yang harus dimiliki oleh pendidik
adalah ikhlas, takwa, ilmu, penyabar, dan rasa tanggung jawab. Secara lebih
rinci bahwa kompetensi yang harus dimiliki pendidik adalah:
a. Zuhud,
tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari ridla Allah semata
b. Kebersihan
guru (bersih dari sifat-sifat tercela)
c. Ikhlas
dalam pekerjaan
d. Suka
pemaaf
e. Peran
sebagai ibu/bapak
f. Mengetahui
tabiat murid
g. Menguasai
bahan pelajaran (M. athiyah al-Abrasyi, 1974: 137 - 139).
Salah
satu ayat al-Qur’an yang mengingatkan tentang tugas dan tanggung jawab sebagai
pendidik antara lain adalah Q.S al-Nisa/ 4: 9:
“Dan
hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar” (A. Soenarjo, dkk.
(penterj.), 1412 H: 862)
Diungkapapkan
bahwa salah satu tugas dan tanggung jawab pendidik adalah mempersiapkan para
peserta didik agar kelak bisa survive hidup di dunia dan di akhirat.
3.
Faktor Peserta Didik
Peserta
didik adalah orang atau sekelompok orang/anak yang menerima pengaruh dari
seseorang atau sekelompok oranglain yang menjalankan kegiatan pendidikan.
Dengan demikian peserta didik adalah sebagai sasaran dari pendidikan yang
dijalankan oleh pendidik.
Pada
hakekatnya anak atau setiap peserta didik adalah makhluk susila atau makhluk
agamis. Ia mempunyai benih-benih sebagai makluk susila. Hal itu sebagaimana
digambarkan dalam sebuah Hadits.
Agar
peserta didik kelak benar-benar menjadi malkhluk susila atau manusia yang baik,
maka benih-benih tersebut harus diberi kesempatan untuk tumbuh dan berkembang
dengan sepotimal;
Mungkin, namun hal itu harus didukung oleh
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
4.
Faktor-faktor Alat
Alat-alat
pendidikan adalah segala sesuatu yang secara langsung membantu terlaksananya
tujuan pendidikan.Yang dalam arti luas dala alat-alat tidak hanya dalam wujud
benda saja, tetapi termasuk didalamnya tindakan-tindakan atau perbuatan,situasi
dan lain sebagainya yang sengaja diadakan untuk mencapai suatu tujuan
pendidikan.
Materi
adalah bahan-bahan yang harus diberikan atau disajikan kepada peserta didik
untuk mencapai tujuan pendidikan. Sedangkan metode adalah tehnik atau cara yang
dapat digunakan untuk memberikan atau menyajikan materi pendidikan kepada
peserta didik.
Materi
pendidikan dalam Islam menurut Abdullah Nashih Ulwan (1999) mencakup beberapa
hal berikut :
a. Pendidikan
iman
b. Pendidikan
moral
c. Pendidikan
fisik dan keterampilan
d. Pendidikan
rasio atau akal
e. Pendidikan
kejiwaan
f. Pendidikan
social
g. Pendidikan
seksual
Macam-macam
metode yang dapat digunakan untuk memberikan atau menyajikan materi antara lain
adalah :
a. Metode
Keteladanan
b. Metode
Adat kebiasaan
c. Metode
Nasehat
d. Metode
Cerita atau kisah
e. Metode
Pengawasan atau perhatian
f. Metode
hukuman
Mahfudh Shalahuddin melengkapi
metode-metode tersebut dengan metode ceramah, tanya jawab, diskusi, permainan,
demonstrasi, latihan atau drill dan anugerah atau hadiah. Para Pendidik
diharapkan dapat memilih alat-alat baik mengenai materi, metode maupun
alat-alat bantu yang sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan perkembangan
peserta didik.
5. Faktor
Alam Sekitar
Faktor Alam sekitar atau lingkungan adalah
segala sesuatu yang ada di sekeliling peserta didik. Faktor ini dapat
mempengaruhi keberhasilan peserta didik, baik pengaruh positif maupun pengaruh
negatif. Macam-macam lingkungan:
a. Lingkungan
Keluarga
b. Lingkungan
Sekolah
c. Lingkungan
Masyarakat
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraikan di pemaparan makalah di
atas dapat di tarik sebuah kesimpulan sebagai berikut:
Pendidikan dalam bahasa Arab
berkaitan atau dekat dengan tiga terma yaitu ta’lim, tarbiyah atau ta’dib. Dasar ajaran agama Islam adalah
al-Qur’an dan Hadits, dan karena pendidikan dalam Islam adalah pendidik yang
mendasar pada ajaran agama Islam, maka dasar pendidikan islam yang utama adalah
al-Qur’an dan Hadits.
Tujuan Perndidikan Islam
adalah untuk mewujudkan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT,
cerdas terampil , memiliki etos kerja yang tinggi ,berbudi pekerti luhur,
mandiri dan bertanggunmg jawab terhadap dirinya, bangsa dan Negara serta agama. Prinsip dasar pendidikan
islam adalah :
a.
Membangun manusia yang
bertaqwa pada Allhah SW
b. membangun
perkembangan spiritual, sikap dan nilai hidup, pengetahuan, ketrampilan, dan
pengembangan daya estetik, serrta pengembangan jasmani sehingga tewujud manusia
yang mampu membangun dirinya sendiri,,membangun masyarakat serta membudidayakan
alam sekitar
DAFTAR PUSTAKA
Azyumardi Azra. 2001. Pendidikan
Islam. Tradisidan Moderenisasi Menuju Milinium Baru.Jakarta : Kalimah.
Arifin. 2008. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: PT Bumi Aksara
Ramayulis danSamsul Nizar.2009. Filsafat
Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam Mulia.
Dra. Hj. Nur Uhbiyati
& Drs. H. Abu Ahmadi. 1997. Ilmu Pendidikan Islam Bandung: Pustaka Setia
Drs. H. Abu Ahmadi & Dra. Nur
Uhbiyati. 1991. Ilmu Pendidikan Jakarta:
PT Rineka Cipta.
H. Zahara Idris & H. Lisma
Jamal. 1992. Pengantar PendidikanJakarta:
PT Granedia Widia Sarana Indonesia.
Drs. Suwarno. 1998. Pengantar Umum Pendidikan. Jakarta:
Aksara Baru.
DR. Kartini Kartono. 1992. Pengantar Ilmu Mendidik Teoritis, Apakah
Pendidikan Masih Diperlukan?. Bandung: Mundar Maju.
Komentar
Posting Komentar